Thursday, July 17, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

Tarif Pajak 10% Ancam Boom Olahraga Padel Jakarta

Olahraga 360 Jakarta sedang demam Olahraga Padel. Dalam waktu singkat, atap-atap mal berubah menjadi kubus kaca berkarpet biru, turnamen amatir memperebutkan kaus jersey edisi terbatas, dan selebgram berlomba memamerkan smash vibora di linimasa. Sayang, gelombang euforia itu kini diterpa regulasi yang berpotensi mengerem lajunya: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi mengenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) 10% atas semua transaksi sewa lapangan padel mulai 20 Maret 2025.

Pajak Menghantam Olahraga Padel

SK Kepala Bapenda DKI No. 257/2025 terang-terangan menempatkan lapangan Olahraga Padel dalam kategori “kesenian dan hiburan”, setara karaoke, bowling, dan bioskop. Pajak 10% dipungut dari harga sewa lapangan, tarif lampu, serta jasa pelatih yang disewa per jam. Pemerintah berdalih, “arena rekreasi berbayar” harus berkontribusi pada pendapatan daerah—sebuah alasan yang memantik perdebatan karena padel lazim dianggap cabang olahraga, bukan wahana hiburan sekali datang.

Dampaknya segera terasa di kasir. Tarif prime-time lapangan premium yang tadinya Rp 280.000 per jam melonjak jadi Rp 363.000 setelah ditambah PBJT dan PPN. Kenaikan sekitar 30% itu bukan hanya angka; ia langsung tercermin pada pemesanan daring. Tujuh klub yang sudah memungut levy melaporkan penurunan okupansi 12% dalam dua minggu pertama.

Bisnis Lapangan Olahraga Padel Terguncang

Model keuangan padel simpel tetapi padat modal: satu court—20 × 10 meter, rangka baja galvanis, panel kaca 12 mm, rumput sintetis biru, dan lampu LED tahan hujan—berbanderol rata-rata Rp 1,8 miliar. Dengan tarif lama, break-even diharapkan tercapai 30 bulan pada okupansi 65%. Pajak 10% menggusur proyeksi itu ke 42 bulan; bank yang semula antusias menyalurkan kredit olahraga kini menahan diri karena cash-flow makin tipis.

Investor bereaksi cepat:

  • Proyek Beku – Rencana empat court di Pantai Indah Kapuk ditunda tanpa batas.

  • Paket Prabayar – Klub menawarkan 50 sesi sekaligus—levy dipukul rata sekali bayar, sehingga tarif per jam kembali di bawah Rp 300.000.

  • Saham Komunal – Startup “PadelCoop” menjual lembar kepemilikan 5% kepada anggota komunitas; imbal hasil berupa jam bermain bebas pajak sampai modal balik.

Sedangkan pemain? Survei komunitas Padel Jakarta United mencatat 44% responden berniat mengurangi frekuensi main, 17% mempertimbangkan migrasi ke tenis. Jika niat itu nyata, pendapatan klub dapat merosot 10–15% pada kuartal III—sebuah pukulan bagi industri yang baru merangkak.

Suara bola padel memantul di kubah sunyi—gema yang dulu riuh kini seperti keluhan.

Skenario Pemain Olahraga Padel Bertahan

Walau diserang tarif, opsi hemat masih ada:

  1. Early-Bird Slot – Levy dihitung absolut, bukan persentase diskon; tarif sebelum pukul 10.00 bisa 40% lebih murah daripada prime-time.

  2. Keanggotaan Korporat – Perusahaan rela menanggung levy sebagai biaya HRD; bagi pemain, tarif bersih tetap sama.

  3. Sekolah Junior – Draf revisi Perda menyebut slot anak-anak <15 tahun bisa dipajaki 5% saja. Klub yang menyiapkan 30% jadwal untuk program pembinaan otomatis meringankan beban dewasa.

Taktis di lapangan, strategis di dompet—itulah kata pengelola. Mereka juga melobi KONI DKI agar padel diakui cabang prestasi. Jika status “olahraga” sah, klasifikasi hiburan bisa dipangkas; sejarah golf—bebas PBJT—jadi preseden.

Ruang Negosiasi Pajak Olahraga Padel

Dialog belum selesai. DPRD membentuk Panja Pajak Rekreasi untuk mengevaluasi tarif 10%. Usulan jalan tengah: credit-back voucher—klub menanggung levy, tetapi mendapat potongan pajak daerah setara bila bisa menunjukkan laporan omzet UMKM sekitar arena (warung, laundry, sewa raket) meningkat. Konsepnya mirip tax credit untuk bioskop yang memutar film nasional.

Berikut simulasi hitung-hitungan sederhananya:

Pos BiayaSebelumSesudah PBJT
SewaRp 300.000Rp 300.000
PPN 11%Rp 33.000Rp 33.000
PBJT 10%Rp 30.000
TotalRp 333.000Rp 363.000

Meski kenaikan kasat mata “hanya” 9%, elastisitas permintaan rekreasi di Jakarta = 1,3: setiap 10% kenaikan harga memotong 13% konsumsi. Klub yang ramai bisa menjadi sepi, dan yang baru mau buka bisa menunda impian.


Olahraga Padel di Jakarta sedang meniti garis tipis. Di satu sisi, pemerintah membutuhkan pendapatan daerah; di sisi lain, industri muda ini baru belajar berdiri. Jika tak ada kompromi, lapangan kaca berlampu neon itu bisa berubah jadi kandang debu mahal—dan mimpi menjadikan padel “olahraga rakyat urban” tinggal kenangan. Kini bola berada di tangan legislator, investor, dan komunitas: bernegosiasi, atau menyaksikan demam padel meredup sebelum benar-benar membara.

Sumber: Minum Kopi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Popular Articles