Site icon OLAHRAGA 360

Kolkata Berantakan karena Messi: Tur Megah yang Berubah Jadi Mimpi Buruk Fans

Kunjungan Messi ke Kolkata berujung kekacauan

Kunjungan Messi ke Kolkata berujung kekacauan

Olahraga 360 Sabtu, 13 Desember 2025, seharusnya tercatat sebagai malam bersejarah bagi kota Kolkata. Lionel Messi, ikon terbesar sepak bola modern, membuka rangkaian GOAT India Tour di stadion legendaris Salt Lake Stadium (Vivekananda Yuba Bharati Krirangan). Sejak pagi, ribuan orang berduyun-duyun datang, mengenakan jersey Argentina, Inter Miami, dan Barcelona, berharap bisa merasakan momen langka melihat sang bintang dari dekat.

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Menurut laporan berbagai media internasional, Messi hanya tampil sekitar 20 menit di lapangan sebelum meninggalkan stadion, jauh lebih singkat dari durasi yang dipromosikan sebelumnya. Banyak penonton mengaku hanya melihat sekilas, bahkan ada yang sama sekali tidak berhasil menangkap sosoknya, baik secara langsung maupun melalui layar besar di dalam stadion.

Ketika kabar bahwa Messi telah pergi menyebar di antara tribun, suasana euforia di Kolkata berubah menjadi amarah terbuka. Rekaman video dari lapangan menunjukkan kursi stadion dicabut dan dilempar, fans memanjat pagar, berlari ke dalam lapangan, hingga melempar botol dan benda lain ke arah pitch. Pihak keamanan sempat kewalahan menghadapi gelombang massa yang merasa dikhianati oleh cara penyelenggara mengemas acara.

Media seperti AP dan Al Jazeera menggambarkan bagaimana “permulaan tur India” Messi langsung tercoreng oleh kerusuhan di awal, dengan Salt Lake Stadium di Kolkata menjadi sorotan dunia. Bagi kota yang selama ini bangga sebagai jantung sepak bola India, momen ini menjadi pukulan telak terhadap reputasi mereka.


Tiket Mahal dan Ekspektasi Tinggi di Kolkata

Di balik ledakan emosi, ada faktor lain yang menyulut kemarahan massal di Kolkata: tiket yang tidak murah dan janji pengalaman yang tidak sesuai kenyataan. Laporan Reuters dan media India menyebut harga tiket resmi berada di kisaran beberapa ribu sampai lebih dari 10 ribu rupee, sementara sebagian fans mengaku membayar hingga sekitar 130 dolar Amerika di pasar sekunder demi bisa masuk stadion.

Bagi banyak keluarga, terutama yang datang dari luar Kolkata dan negara bagian lain, angka tersebut setara dengan pengorbanan finansial yang tidak kecil. Mereka bukan hanya membeli tiket, tetapi juga biaya perjalanan, akomodasi, dan konsumsi. Materi promosi menggambarkan acara yang penuh momen spesial, dengan Messi melakukan putaran di stadion, sesi perkenalan, dan interaksi, sehingga wajar jika harapan menggunung.

Realita di lapangan jauh dari narasi itu. Banyak fans mengeluh posisi layar raksasa dan panggung tidak bersahabat, sementara barisan tamu VIP, pejabat, dan undangan khusus berdiri di tepi lapangan dan menutup pandangan penonton reguler. Times of India dan media lokal lain menulis bahwa sebagian besar penonton nyaris tidak melihat wajah Messi dengan jelas, hanya siluet di kejauhan yang dikelilingi pengawalan ketat.

Ketika acara dinyatakan selesai tanpa penjelasan rinci dan lampu-lampu mulai dipadamkan, sorakan berubah menjadi kata-kata marah dan tuntutan pengembalian uang. Di tribun, fans meneriakkan refund dan menyalahkan penyelenggara yang dianggap menjual “mimpi kosong” kepada publik Kolkata. Beberapa laporan menggambarkan bagaimana pot bunga, karpet, hingga kursi VIP dibawa pulang penonton sebagai simbol protes terhadap harga tiket dan kualitas acara yang mereka dapatkan.

Bagi warga Kolkata, yang selama ini bangga bisa menghadirkan bintang dunia dengan atmosfer penuh cinta, momen ini berubah menjadi rasa malu kolektif. Mereka bukan marah pada Messi, tetapi pada cara kota dan stadion mereka dikelola di hadapan dunia.


Pemerintah, Polisi, dan AIFF di Bawah Sorotan

Skala kekacauan di Kolkata membuat respons resmi datang sangat cepat. Chief Minister West Bengal, Mamata Banerjee, mengaku “sangat terguncang dan terkejut” melihat mismanajemen di Salt Lake Stadium. Dalam pernyataannya di media sosial yang dikutip NDTV dan Hindustan Times, ia menyampaikan permintaan maaf langsung kepada Messi, para penggemar, dan seluruh pecinta olahraga, sekaligus mengumumkan pembentukan komite penyelidikan tingkat tinggi.

Komite tersebut diketuai mantan hakim Calcutta High Court, Justice Ashim Kumar Ray, dengan keanggotaan pejabat senior pemerintah negara bagian. Tugasnya jelas: menyelidiki akar masalah, mencari pihak yang bertanggung jawab, dan merekomendasikan langkah perbaikan agar insiden seperti di Kolkata tidak terulang.

Di sisi penegakan hukum, polisi bertindak dengan menahan Satadru Dutta, penyelenggara utama acara GOAT Tour di Kolkata. Reuters dan media regional melaporkan bahwa Dutta ditangkap di bandara dan kemudian ditempatkan dalam tahanan polisi setelah dugaan mismanajemen berat, termasuk pengaturan tiket, keamanan, dan tata acara. Bagi publik, namanya langsung menjadi simbol dari event yang lebih condong ke eksploitasi komersial daripada pengalaman layak bagi penonton.

Sementara itu, All India Football Federation (AIFF) mengeluarkan pernyataan resmi untuk menjernihkan posisi mereka. Federasi menegaskan bahwa acara Messi di Salt Lake Stadium adalah event privat yang diselenggarakan oleh agensi PR, bukan kegiatan resmi AIFF. Mereka menambahkan bahwa tidak ada permohonan izin atau koordinasi formal yang diajukan ke federasi terkait format acara di Kolkata tersebut.

Pemerintah negara bagian dan otoritas stadion juga mulai berbicara soal mekanisme pengembalian dana bagi penonton yang merasa dirugikan, meskipun detail teknisnya belum sepenuhnya jelas. Di tengah tekanan media dan publik, langkah ini setidaknya menjadi sinyal bahwa kekacauan di Kolkata tidak akan dibiarkan tanpa konsekuensi.

Wajib Tahu:

AIFF secara terbuka menyatakan bahwa acara Messi di Kolkata sepenuhnya diorganisasi pihak swasta, tanpa keterlibatan federasi dalam perencanaan maupun eksekusi, dan tanpa permintaan izin resmi, sehingga tanggung jawab penuh acara berada di tangan promotor dan penyelenggara lokal.


Pelajaran Penting bagi Industri Event Asia dan Fans Indonesia

Insiden di Salt Lake Stadium memberikan pesan keras bukan hanya bagi Kolkata, tetapi juga bagi seluruh pelaku industri event di Asia. Membawa superstar global seperti Messi ke pasar yang sangat antusias bukan sekadar soal menjual tiket, tetapi juga merancang pengalaman yang adil dan aman bagi publik yang membayar.

Pertama, transparansi harus menjadi fondasi. Informasi sederhana seperti durasi kehadiran bintang, format acara, dan batasan interaksi perlu dijelaskan sejak awal. Dalam kasus Kolkata, jarak antara harapan dan kenyataan terlalu lebar, sehingga ketika fans merasa “dibohongi”, amarah pun meledak.

Kedua, desain layout venue dan distribusi akses menjadi kunci. Terlalu banyak area VIP dan tamu undangan di tepi lapangan membuat penonton reguler di tribun merasa seperti penonton kelas dua, padahal mereka yang mengisi mayoritas kursi dan menyumbang atmosfer. Di era media sosial, gambar-gambar fans di Kolkata yang tidak bisa melihat idola mereka karena tertutup barisan pejabat dan sponsor menjadi viral dan merusak citra penyelenggara.

Ketiga, koordinasi keamanan dan skenario terburuk tidak boleh dianggap formalitas. Ketika puluhan ribu orang berkumpul dengan ekspektasi tinggi, satu keputusan mismanajemen bisa memantik reaksi berantai. Insiden di Kolkata menunjukkan bahwa kerusuhan kursi, invasi lapangan, dan kerusakan fasilitas bisa terjadi dalam hitungan menit jika komunikasi dengan penonton buruk dan tidak ada skema pengendalian massa yang matang.

Untuk pembaca Indonesia, pelajaran ini sangat relevan. Indonesia semakin sering menggelar pertandingan persahabatan klub Eropa, turnamen usia muda, dan event dengan bintang dunia. Kasus Kolkata seharusnya menjadi contoh nyata bahwa reputasi negara sebagai tuan rumah bisa runtuh hanya karena satu malam yang dikelola tanpa standar internasional.

Bagi suporter, cerita ini juga menjadi pengingat bahwa mengkritik dan menuntut transparansi adalah hak, tetapi menjaga keselamatan diri dan orang lain tetap prioritas. Merusak fasilitas stadion pada akhirnya merugikan publik sendiri, karena biaya perbaikan dan potensi sanksi akan berimbas pada kesempatan menggelar event besar di masa depan.

Pada akhirnya, kunjungan Messi ke India akan terus berlanjut ke kota lain, tetapi nama Kolkata sudah terlanjur menempel dengan kata “chaos” di banyak headline dunia. Bagaimana kota itu memperbaiki sistem dan kepercayaan publik setelah insiden ini akan menjadi babak penting berikutnya dalam sejarah panjang mereka sebagai “kota sepak bola” di Asia.

Sumber: Reuters

Exit mobile version