Olahraga 360 – Ketika wasit Kim Jong-hyeok meniup peluit awal di Yongin Mireu Stadium, mayoritas penonton mungkin hanya melihat pertandingan grup biasa. Namun lembar statistik akhirnya menegaskan bahwa Jepang vs Cina adalah etalase jurang metodologi dua negara. Samurai Blue menutup laga dengan 17 tembakan dan tujuh tepat sasaran; Naga Merah bertahan dengan delapan tembakan, tiga mengarah ke gawang. Possession? 65% berbanding 35%. Yang lebih tajam, 636 operan presisi 87% milik Jepang mengerucut pada 11 high turnovers—empat langsung berbuah tembakan. Bandingkan Cina yang cuma mencatat tujuh high turnovers dan xG sebesar 0,46.
Kuncinya terletak pada keberanian Hajime Moriyasu menanggalkan 4-3-3 andalannya. Pelatih berpostur ramping itu memasang formasi 4-4-2 asimetris dan menempatkan Hiroki Mochizuki sebagai bek kiri licin sekaligus under-lapper. Skema ini mengejutkan trio tengah Tianyi-Huang-Wang dari Cina karena overload konstan di half-space kiri. Dengan jarak antarlini rata-rata 26 meter, Jepang sanggup menekan zona 14 tanpa khawatir lengah di belakang. Sebaliknya, Dejan Đurđević memaksa gelandang Cina bertahan terlalu dalam; hasilnya, 78% akurasi operan terhenti di area sendiri.
Alur Cerita Jepang vs Cina yang Menyulut Euforia
Gol pembuka menit ke-11 bak kilat memecah strategi Naga Merah. Satoshi Tanaka membaca umpan lemah Zhu Chenjie, memotong jalur, dan mengirim through-ball tajam kepada Mao Hosoya. Sang striker Meiji University menerima bola sekali, mencongkel melewati Yan Junling, lalu merentangkan tangan di depan tribun biru. Itu adalah gol pertama Hosoya di turnamen—dan menjadikannya penyerang Jepang termuda yang menjebol gawang Cina di ajang resmi sejak 2003.
Babak kedua mulai, Moriyasu tak menunggu Cina beradaptasi. Sho Inagaki dan Ryo Germain—top skor sementara turnamen—masuk, mengganti Tanaka serta Taichi Hara. Kombinasi tenaga segar ini merusak skema blok rendah lawan. Menit 63, Inagaki melepas chip silang, Mochizuki muncul dari belakang bek kanan Liu Haofan, menanduk keras—2-0. Gol kedua ini bukan sekadar penegas dominasi; ia mematikan semangat tempur lawan. Setelahnya, Jepang menurunkan tempo, memaksa Cina kejar bayangan bola.
Satu kalimat pendek. Papan skor tak berubah, sorakan “Nip-pon!” terus menggema.
Kemenangan Jepang vs Cina Menggeser Dinamika Klasemen EAFF
Hasil 2-0 menempatkan Samurai Blue di puncak grup dengan selisih gol +6, di atas Korea Selatan yang punya +5. Tanpa kebobolan, Jepang kini cukup bermain imbang pada “final mini” melawan Taeguk Warriors untuk merebut trofi Piala Asia Timur EAFF 2025. Cina, dua kekalahan beruntun, terjerembap di posisi ketiga—defisit gol –5 dan kemungkinan menuntaskan kampanye sebagai juru kunci jika tak mengalahkan Hong Kong.
Secara finansial dan branding, laga Jepang vs Cina menjadi tambang emas. Nielsen menulis rating TV Jepang 14,7 share—tertinggi untuk slot Rabu malam sejak Piala Dunia 2022. Federation JFA melaporkan kenaikan penjualan jersey edisi “Sakura Blue” sebesar 21% dalam 12 jam pasca-tanding. Di Cina, platform bilibili hanya menarik 1,8 juta penonton, penurunan 15% dari laga pembuka, menandakan kelelahan mental basis penggemar.
Di balik angka, keputusan Moriyasu merotasi delapan pemain inti pada dua laga pertama memperlihatkan kedalaman skuad. Ritsu Dōan, Kyōgo Furuhashi, bahkan belum menyentuh rumput. Itu artinya Korea Selatan bakal menghadapi Jepang yang segar, bukan tim letih. Sebaliknya, Đurđević dicecar media Beijing Youth Daily karena “plan B tersendat”: lima pergantian di babak kedua justru membuat pasukan merah kerepotan transisi bertahan.
Prediksi Pascapertandingan Jepang vs Cina dan Skenario Trofi
Opta Predict menempatkan peluang Jepang menjuarai EAFF di angka 68%, Korea 28%, dan 4% skenario imbang poin plus selisih gol—yang akan diselesaikan lewat fair-play ranking. Moriyasu memberi sinyal kembali ke 4-3-3 melawan Korea, menurunkan Dōan di kanan dan Germain sebagai false nine untuk menyerang ruang antar full-back Kim Tae-hwan.
Di kubu Cina, reformasi taktik wajib terjadi sebelum duel dengan Hong Kong. Đurđević dikabarkan akan mencoba 3-4-3 dengan wing-back Xu Xin dan Xie Wenneng, mengundang crossing dini ke kepala Zhang Yuning. Statistik Hong Kong kebobolan delapan gol lewat second-phase set piece membuat strategi ini logis.
Bila Samurai Blue sukses mengangkat trofi, Moriyasu akan menjadi pelatih pertama menjuarai EAFF tiga kali berturut-turut dan kemungkinan besar memperpanjang kontrak hingga 2029. Sedangkan federasi Tiongkok harus merenung: dua laga, nol poin, nol gol—hasil yang bisa memicu percepatan naturalisasi pemain diaspora demi Kualifikasi Piala Dunia 2030.
Secara psikologis, laga Jepang vs Korea mendatang bukan cuma pertarungan trofi, tetapi penentu arah sepak bola Asia Timur: apakah model gegenpress tinggi Korea masih sanggup menembus blok cair Jepang atau justru sebaliknya. Dalam kata lain, duel puncak itu akan memberi jawaban tentang siapa patron taktik di benua kuning lima tahun ke depan.
Sumber EAFF